Langsung ke konten utama

Sepotong Fiksi



Free image by Pixabay

"Kamu baca apa? Terlihat serius sekali."⁣
"Baca novel, Ndra. Seperti kamu tidak tahu aku saja."⁣
"Kenapa tidak membaca artikel saja? Tidak harus beli koran, bisa melalui daring. Dari sana kamu bisa mengetahui berita terbaru dan tips-tips yang bermanfaat."⁣
Kupukul lengan Andra dengan novel yang sedari tadi kubaca. Gemas sekali rasanya.⁣
"Jadi kamu berpikir, jika pencinta fiksi itu tidak pernah membaca nonfiksi? Tidak tahu info terbaru atau tips-tips yang berguna bagi kehidupan?"⁣
"Ya, mungkin saja. Karena setiap aku ke sini, kamu selalu baca novel."⁣
"Ehm ... jadi begini, ya, Tuan Andra yang budiman. Sekali pun aku memang menggilai karya fiksi, bukan berarti aku apatis terhadap apa yang tengah terjadi di dunia nyata. Aku tetap memantau segala hal yang urgent. Seperti saat ini, aku kerap menonton siaran berita atau membaca artikel mengenai wabah Covid-19," paparku.⁣
"Kamu saja yang selalu datang di waktu yang tidak tepat. Seharusnya kamu ke sini lebih pagi. Agar kamu tahu seberapa lebih seriusnya aku saat membaca berita-berita penting," lanjutku sembari menggigit brownies yang dibawakan Andra.⁣
"Hehe, maaf. Aku kira pencinta fiksi tidak akan peduli dengan apa yang terjadi di dunia nyata."⁣
"Mungkin, karya fiksi bukanlah solusi, tetapi minimal, ia mampu menyemarakkan hati yang sunyi. Kamu tahu, setiap aku mulai hopeless, aku selalu baca karya fiksi. Rata-rata, karya fiksi itu lahir karena sebuah harapan. Harapan yang lebih baik diaksarakan, karena akan memiliki esensi lebih. Dari fiksi aku belajar, bahwa segala sesuatu yang awalnya tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Asal kita terus menumbuhkan harapan itu dan memupuknya dengan usaha."⁣
Andra hanya tersenyum.⁣
"Ternyata sepotong fiksi bisa membuat seseorang menjadi bijak, ya."⁣
"Makanya, jangan meremehkan fiksi. Fiksi akan mendampingi nonfiksi dalam menghadapi kejamnya dunia ini. Haha."⁣

"Kalau kamu, mau jadi pendamping hidupnya Andra yang monokrom ini tidak?"

"Ha?"

No words. Rasanya aku ingin menggeplak kepala Andra yang telah memupuskan harapanku soal bayangan adegan lamaran romantis.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Way Back Home

Free image by Pixabay "Sampai kapan kamu ingin menunggunya? Ini bahkan sudah lewat satu tahun dari waktu yang dijanjikannya."⁣ ⁣ "Dia orang baik, Mir. Orang baik akan selalu menepati janjinya. Mungkin kemarin-kemarin dia lupa tak menghubungiku, tapi aku yakin dia akan kembali padaku sesuai janjinya."⁣ ⁣ "Lalu masalah kabar itu?"⁣ ⁣ "Selagi kabar itu tidak keluar dari mulutnya sendiri, aku tak akan memercayainya."⁣ ⁣ "Ya sudah. Kalau begitu aku pulang dulu."⁣ ⁣ Kudongakkan kepala. Senja begitu indah saat dilihat dari sini. Damainya seolah menyatu dengan semilir angin yang menerbangkan dedaunan kering. Kupejamkan mata sembari berdoa, semoga kekasihku dalam keadaan baik dan bahagia.⁣ ⁣ "Sher ...."⁣ ⁣ Oh, tidak. Sepertinya aku sangat merindukannya, sampai-sampai desir angin pun terdengar mirip dengan suaranya.⁣ ⁣ "Sherin ...."⁣ ⁣ Seketika aku menoleh saat suara itu terdengar semakin nyata.⁣ ⁣ "Fero ... aku tidak ber...

Stop Vandalisme!

Stop vandalisme! (free image by Pixabay) Mungkin sebagian besar orang masih awam dengan istilah vandalisme. Istilah ini terasa terlalu “tinggi” kendati contohnya sangat nyata dan kerap kita jumpai. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lain (keindahan alam dan sebagainya). Selain itu, vandalisme juga bisa diartikan sebagai perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas. Sangat mudah dipahami dan ditemukan di lingkungan sekitar, ‘kan? Vandalisme merupakan perilaku tidak terpuji yang dapat merugikan banyak pihak. Sayangnya, masih banyak aksi vandalisme yang dilakukan oleh masyarakat. Sebut saja mencoret tembok-tembok dekat jalan dengan berbagai gaya, merusak properti fasilitas umum, mengganggu keseimbangan alam, mencuri benda-benda bersejarah, menyentuh arca-arca secara brutal hingga menyebabkan kerusakan, memecahkan kaca saat tawuran, dan lain sebagainya. Merasa tidak pernah melakukan ti...

Semua Sama

Free image by Pixabay Gina memakirkan mobilnya tak jauh dari gerbang sekolah. Ia sedang menunggu sang putra kesayangan. Tak lama berselang, putra kecilnya berlari sembari merentangkan tangan.⁣ ⁣ "Sayang, kenapa lari-lari? Nanti kalau jatuh bagaimana?" tanya Gina sembari memeluk putranya. Yang diingatkan hanya cengengesan. ⁣ ⁣ "Vino ingin beli es krim di situ, Ma."⁣ ⁣ "Ayo! Oh, ya, tadi Vino belajar apa?"⁣ ⁣ "Vino belajar menulis, Ma. Tapi Vino pusing saat melihat tulisan di papan. Kata Bu Rena tulisan Vino masih terbolak-balik," lirih Vino.⁣ ⁣ "Tidak apa-apa, Nak. Yang penting Vino sudah belajar dengan giat."⁣ ⁣ Gina menggandeng tangan Vino menuju kedai es krim di dekat sekolah.⁣ ⁣ " Hiks ... teman-teman Dela juga banyak yang belum lancar membacanya, Bun. Hiks ... bukan hanya Dela."⁣ ⁣ Sayup-sayup Gina mendengar seorang anak perempuan menangis. Ia terlihat celingukan. Sampai matanya tertumbuk pada taman samping s...